Main character : Indonesia
"Apa kau penasaran seperti apa kehidupan personifikasi itu?" seorang pria muda berkulit coklat terang itu menatap seorang anak kecil.
"Personifikasi? Apa itu?" tanya anak kecil itu. Wajahnya memancarkan keingintahuan yang tinggi.
Pria muda itu tersenyum, "Personifikasi itu sesuatu yang tidak bernyawa, tapi dibuat seolah bernyawa, seperti representasi bunga kamboja bali sebagai manusia ...."
Anak kecil itu ber'oh ria. Dia kemudian memungut bunga kamboja bali yang betebaran di jalanan. Kala itu jalanan masih terbuat dari alam.
"Bapak, jongkok dong!" seru anak itu.
Pria muda itu kemudian berjongkok. Sebuah kelopak kamboja bali yang indah terpatri di atas telinga kirinya. Parasnya yang muda dan terlihat cantih itu semakin kentara.
"Bapak jadi cantik, hahahahaha!" anak kecil itu menertawakan pria dewasa di depannya.
Pria itu hanya tersenyum. Dia kemudian menyentil dahi anak kecil itu. Hingga terdengar suara kesakitan yang keluar dari mulut anak itu. Pria itu kemudian berdiri. Dia menggenggam tangan kanan anak kecil itu dan membawanya jalan-jalan.
"Bapak, soal personifikasi, dia menjadi manusia, kan? Apa menyenangkan?"
Pria muda itu tersenyum. Dia memandang langit biru terang itu. Di depannya, segalanya begitu terang dan tenang. Mereka bisa melihat burung sikatan aceh yang terbang mengelilingi cakrawala.
"Personifikasi itu ada baik buruknya. Personifikasi yang kumaksud di sini adalah personifikasi negara. Seorang personifikasi negara dapat merasakan, melihat, dan mendengar segalanya dari penghuni wilayah personifikasi negara ...."
"Apa mereka seperti *Dewa Wisnu?" tanya anak kecil itu.
"*kata Viṣṇu berasal dari bahasa Sansekerta, akar katanya viś, (yang berarti "menempati", "memasuki", juga berarti "mengisi" — menurut Regweda), dan mendapat akhiran nu. Kata Wisnu kira-kira diartikan: "Sesuatu yang menempati segalanya". Pengamat Weda, Yaska, dalam kitab Nirukta, mendefinisikan Wisnu sebagai vishnu vishateh ("sesuatu yang memasuki segalanya"), dan yad vishito bhavati tad vishnurbhavati (yang mana sesuatu yang tidak terikat dari belenggu itu adalah Wisnu).*
"Fufufufufufu ... mungkin saja. Tetapi berbeda. Personifikasi negara tidak sesakti Dewa Wisnu. Kekuatan mereka disetarakan dengan kekuatan dari kelompok manusia itu. Tapi memang personifikasi memiliki kekuatan tersendiri. Tapi jika digabung dengan manusianya, dia akan menjadi lebih kuat."
Anak kecil itu mengangguk-angguk.
"Personifikasi negara akan merasakan apa yang manusianya rasakan. Itulah buruknya .... Mereka akan ikut menderita meski mereka sedang tidur, duduk, berdiri, bahkan berdiam diri."
Anak kecil itu terdiam.
"Apa mereka juga bisa mendapatkan kebahagiaan?" tanya anak kecil itu.
Pria muda itu terdiam. Dia memandang wajah imut nan datar anak kecil itu. Iris anak kecil itu persis dengan irisnya. Warna emas. Rasanya dia sedang berada di atas peti berisi koin emas. Atau dia sedang memandang matahari dengan jarak 5 meter?
"Entahlah ... kuharap iya ...."
.
.
.
.
"LARI, MAHARDIKA!!!!!"
.
Indonesia tiba-tiba membuka kedua matanya dengan cepat. Napasnya memburu. Tanpa ia sadari, dia berkeringat selama tidur. Badannya panas dingin, benar-benar tidak stabil.
Indonesia mengusap wajahnya, gusar. Sudah 2 hari berturut-turut dia mengalami mimpi buruk. Terutama mimpi mengenai pria itu. Wajah pria selama ribuan tahun yang lalu itu masih terpatri di otaknya. Entah mengapa, sel-sel otak memaksanya untuk mengingat wajah pria itu.
"Sial ...," Indonesia mengumpat.
Dia memandang jam weker di atas meja kerjanya. Pukul 02.30 dini hari. Sepertinya dia akan terjaga sampai matahari terbit.
Indonesia kemudian bangun dari kasurnya. Pria tampan dan kekar itu berjalan menuju kamar mandi dengan terhuyung-huyung. Dia kemudian menyalakan keran air, membasuh wajah dengan kasar. Indonesia memandang wajahnya yang tampan dan ada garis hitam di bawah matanya.
"Malam yang menyedihkan ...."
Usai berkaca, Indonesia keluar dari kamar mandi. Pria itu mengambil salah satu buku bacaan ciptaan Moerwanto. Judulnya "Lembah Membara". Buku itu diterbitkan pada tahun 1984 pada cetakan 1 dan 1986 pada cetakan 2. Indonesia menyukai buku jadul tapi berbobot itu. Dia bisa mengenang kembali perjuangan para pahlawannya dahulu. Ketika blok Allies datang memporakporanda wilayahnya. Jangan lupa blok Axis (Jepang) yang terkenal bengis itu.
Indonesia membuka halaman buku itu dan membacanya sampai matahari terbit. Namun, entah mengapa bayangan pria muda yang cantik itu masih menghalangi penglihatannya. Indonesia berusaha menyingkirkan wajah yang menurutnya menyebalkan itu. Bahkan di saat sama dia merasakan telinganya berdengung, badannya mengejang, dan otaknya meremaskan dirinya.
"Aaaakhh ... sialan ...," umpatnya.
Lagi-lagi penghuninya membuat masalah. Gara-gara itu, Indonesia nyaris kehilangan arti 'kedamaian' dalam hidupnya. Dia benar-benar lelah dengan apa yang terjadi. Indonesia berharap dia memiliki takdir menjadi manusia biasa, bukan personifikasi sialan ini.
Indonesia jadi teringat ucapan pria itu.
".... seandainya aku bisa mengubah takdir ... dan menciptakan keadilan di sini ...," gumam Indonesia.
"Kau ingin permohonanmu dikabulkan?"
Indonesia tersentak. Dia menoleh dengan cepat. Kedua matanya terbelalak. Itu ....
-TBC-
Info :
Burung Sikatan adalah jenis burung tergolong ke dalam famili Muscicapidae ini memiliki nama lain Tledekan di Indonesia.
Namun tidak dengan burung sikatan aceh (Cyornis ruckii) yang memiliki status konservasi kritis dan dilindungi keberadaannya di alam liar.
Sesuai namanya, burung sikatan aceh mendiami Pulau Sumatera, terutama daerah Aceh dan sekitarnya.
Jenis burung kecil ini memiliki tubuh berukuran sekitar 17 cm saja. Pada umumnya sikatan aceh jantan memiliki warna biru gelap sedangkan betina memiliki warna coklat-merah bata.