Sumber : Pinterest
-England POV-
Aku menatap gadis neko itu dengan wajah memerah. Oh, betapa cantiknya dia. Telinga kucingnya yang putih berbulu indah, wajahnya yang mulus dan pipinya tembem, ada semburat merah manis. Pakaian kimononya yang manis, bermotif bunga mawar. Ekor yang berbulu berwarna putih indah. Ah, rasanya ingin sekali mengelus ekor indahnya itu.
Aku tidak sadar kalau gadis manis itu juga menatapku. Dia melambaikan tangan mulusnya ke arahku sambil tersenyum manis.
Astaga! Betapa cantiknya dia! Senyumannya itu membuatku semakin tergila-gila padanya! aku membatin.
"Permisi, Tuan ...," sapa gadis neko yang sangat manis itu.
Aku gelagapan. Buru-buru aku memasang tampang wibawaku. "Oh, ada apa?" tanyaku berusaha menormalkan detak jantungku yang semakin tak karuan.
"Anda tahu di mana rumah Japan-san? Aku sudah lama ingin ke rumahnya. Tapi aku sangat sibuk akhir-akhir ini ...," kata gadis neko manis itu.
Gadis cantik ini mengenal Japan?! Bahkan dia juga akrab dengan Japan?! Bloody Hell! caciku dalam hati.
"Halooo~ apakah kamu mendengarku?"
Aku terkejut. "Oh ... uh ... aku juga ingin ke rumah Japan. Mari, kita pergi bersama-sama ...," jawabku akhirnya.
Gadis neko manis itu tersenyum lebar. Ada semburat merah manis di pipinya.
"Benarkah? Aku sangat senang Anda mau membantuku! Terima kasih banyak, Tuan! Ah, aku tak sabar bertemu dengan Japan-san. Dia bilang dia akan membuatku mochi kesukaanku!" Seru gadis neko manis itu dengan penuh semangat.
Tiba-tiba aku merasakan ribuan jarum menusuk jantungku. Sakit .... Dia tersenyum untuk Japan, bukan aku ....
Aku memaksakan diriku untuk ikut tersenyum. "Yeah ... aku juga akan dibuatkan mochi olehnya ...."
Gadis manis itu tersenyum manis. "Kalau begitu kita bertiga makan bareng dong?" Tanyanya.
Tidak, aku ingin makan berdua saja ..., batinku.
"Iya," jawabku.
"Oh, ya. Siapa namamu? Perkenalkan namaku [F/N], kamu bisa memanggilku [Name]!" serunya penuh semangat.
"Namaku England, Kitty ...," sahutku sambil tersenyum elegan.
Kulihat [Name] tampak senang dengan kata terakhirku barusan.
"Ahahaha... semua orang yang kutemui di kuil selalu saja memanggilku Kitty ... aku enggak menyangka kalau orang luar juga memanggilku seperti itu. Ah ... terutama si ... siapa ya? America?" [Name] tertawa.
Lagi. Aku merasakan jantungku ditusuk ribuan jarum berkali-kali. Jadi, si Hamburger Freak itu sudah mengenal [Name] tercinta? Dan, hampir semua orang memanggilnya dengan sebutan Kitty? Seharusnya aku yang menyebutnya untuk dia!!!
"Ya sudah ... yuk, kita berangkat sekarang. Aku tidak sabar bertemu dengan Japan-san, hehehe ...," [Name] terkekeh manis. Kekehan [Name] sukses membuatku gila. Aku ... cinta dia ... aku sangat mencintainya.
Aku ingin ....
Dia milikku seorang ....
♡♡♡
-Normal POV-
[Name], Japan, dan England berkumpul di ruang tamu. Mereka bertiga memakan mochi buatan Japan. Di antara mereka bertiga, hanya [Name] yang makannya penuh dengan semangat. Dia tidak malu dengan caranya makan di depan orang lain. Yaah ... [Name] itu tipe gadis yang pede. Dia enggak malu sama dirinya sendiri.
Japan dan England asyik memperhatikan tingkah lucu [Name]. England dari tadi tidak melepas pandangannya dari [Name]. Pikirannya terus dipenuhi wajah menggemaskan [Name].
[Name]ku sangat manis ... dia tidak seperti gadis kebanyakan. Dia tidak malu dengan caranya di depan umum ... dia sangat manis ..., batin England.
[Name] yang menyadari dirinya diperhatikan dua pria hanya tersenyum sambil menunjukkan tangan kirinya yang membentuk 'peace'.
Japan menggeleng-geleng kepala. "[Name]-chan, kamu sama sekali tidak berubah. Masih suka makan mochi dengan lahap. Kalau mau, mau kubawakan sepiring mochi?" Tanya Japan.
[Name] berseri-seri. "Boleh? Kalau boleh, aku ingin membawa pulang mochi buatanmu. Ingin kumakan di kuil. Aku suka sekali mochi buatanmu!" Seru [Name] dengan penuh semangat.
Japan tersenyum, lalu mengangguk. "Tentu saja boleh [Name]-chan. Aku ambilkan dulu ya?" Japan beranjak dari posisi duduk sopannya. Sementara [Name] mengangguk ceria.
"Terima kasih Japan-san! Aku suka kamu yang selalu berbagi dan peduli pada orang lain!" Pekik [Name].
Japan terkekeh, "Terima kasih [Name]!" Balas Japan, lalu dia masuk ke dalam dapur.
[Name] dan Japan tampaknya tidak tahu kalau ada pihak lain yang terus menahan rasa cemburu. England yang dari tadi memperhatikan kedekatan mereka dan mendengar mereka saling menyatakan suka itu mulai marah. England melirik ke arah [Name] dengan tatapan mata melotot.
[Name] milikku! Jangan abaikan aku! Perhatikan aku! [Name]! [Name]!
"Tn. England? Anda kenapa?" tanya [Name] yang dari tadi merasakan aura buruk England.
England mendongak. Dia tersenyum penuh misteri pada [Name]. "Tidak apa-apa kok ...."
[Name] mengangguk pelan. Entah, mengapa dia memiliki firasat buruk pada Japan.
Tak lama, Japan datang membawa sepiring mochi kesukaan [Name]. [Name] dengan cepat menepis pikiran buruknya.
Pasti cuma perasaanku.
♡♡♡
Tiga hari kemudian ....
-[Name] POV-
Aku duduk di atas bantal empuk dengan cemas. Aku memperhatikan orang-orang yang mengunjungi kuil, tempat tinggalku ini dengan wajah pucat. Kenapa perasaanku sungguh tidak enak? Apa jangan-jangan terjadi sesuatu pada Japan-san? Ah, aku sangat cemas.
Aku merasakan bahwa Japan-san dalam bahaya. Seperti ada seseorang yang hendak membunuh Japan-san! Tidak! Tidak mungkin hal seperti itu terjadi!
Bukankah Japan-san disukai orang-orang?
Tapi, perasaan burukku tidak bisa hilang. Aku semakin waswas.
Aku ... sebaiknya pergi untuk memastikannya!
Aku pun segera menyatukan kedua tanganku. Aku membacakan mantra berpindah tempat dalam hati.
Kumohon! Semoga saja Japan-san baik-baik saja!!!
Booff!
-Di rumah Japan-
Aku membuka kedua mataku secara perlahan. Ketika kedua mataku terbuka lebar, kulihat England sudah berjongkok di depanku sambil tersenyum yang tak kubisa artikan. Aku melihat pelipisnya mengeluarkan darah. Bajunya sedikit terbuka dan dasinya longgar. England tersenyum manatapku.
"Halo, my kitry~ kenapa kamu baru muncul sekarang? Aku sudah menunggumu, lho~" sapa England dengan nada yang membuatku bergidik ngeri.
"Ada apa denganmu Tn. England?! Mengapa Anda babak belur? Apa Anda habis berkelahi dengan Japan-san?!" Tanyaku panik.
England tersenyum. "Hei ... hei ... tenanglah Kitty ... jangan memanggilku Tn. England ... panggil saja aku England. Soal si Bloody Japan itu sedang tergeletak tak berdaya di dapur," jawab England santai.
Aku terkejut. Aku pun langsung bangkit dan berlari menuju dapur. Yang benar saja! Aku melihat Japan-san tergeletak tak berdaya. Di kepalanya terdapat darah merah yang mengalir deras hingga membasahi lantai. Tidak! Di sekujur tubuhnya terdapat banyak sekali sayatan benda tajam! Apa-apaan ini?!
"Japan-san! Bangunlah! Apa yang terjadi padamu?!" Teriakku panik.
Japan-san mengerang. Syukurlah dia masih hidup!
"Japan-san! Apa apa denganmu?! Bertahanlah! Aku akan menyembuhkanmu!" Pekikku, panik.
Japan-san memegang tanganku. Dia menggelengkan kepalanya bermaksud aku tidak perlu menyembuhkannya.
"Tidak, [Name]-chan ... tidak perlu menyembuhkanku .... [Name] ... apa pun yang terjadi, larilah. Larilah, tinggalkan aku sendiri .... kau harus jauhi pria itu. Sebab kau tak akan menang .... Aku ingin kamu baik-baik saja ...." Japan-san tersenyum miris. "Selamat tinggal, Sayang ...." Japan-san menutup kedua matanya. Selamanya.
Aku terkejut. Kedua mataku memanas. Air mataku menyeruak keluar dengan deras. Tidak! Tidak! Jangan mati Japan-san!!!
"Woah ... woah ... Kitty ... kenapa kamu menangis? Sini, biarkan aku memelukmu, Sayang ...," England berjalan mendekatiku sambil merentangkan kedua tangannya.
Aku menatap England dengan tatapan ngeri. Aku benci dia ....
"Pergi kamu! Kamu telah membunuh Japan!" Pekikku keras. "Aku benci padamu!!!"
England terlihat terkejut. Seketika, air mukanya mendadak berubah. Menjadi sangat gelap ... penuh kemarahan dan kebencian ....
"Kenapa Kitty? Kamu tidak menerima cintaku yang amat besar ini? Hanya gara-gara lelaki sialan di belakangmu itu?" England berjalan mendekatiku dengan wajah mengerikan. Dia tersenyum sangat lebar. "Aku sangat mencintaimu ... amat mencintaimu ... kamu milikku ... milikku ...."
Aku menatapnya nyalang. Akibat emosiku yang meledak-ledak, langsung kukeluarkan cakar yang selalu bersembunyi di jari lentikku.
BETS! Kuayunkan cakarku ke wajah pembunuh di depanku.
"FU*K!!!" jerit England.
Dia berteriak sembari memegang wajahnya yang mengeluarkan darah. Karya cakaranku tercetak di wajah jeleknya.
"Hahahaha ... lihat wajahku ini karena ulahmu, Kitty. Betapa nakalnya kamu," England menatapku dengan mata kirinya. Sementara mata kanannya sobek karena cakaranku yang memanjang dan dalam.
"Kenapa? Kau suka, kan? Kau bilang kau mencintaiku, kan? Boleh dong aku melakukannya untukmu?" tantangku sambil menatapnya murka.
Air mataku tidak berhenti mengalir ....
England menghela napas, "Itu benar. Tapi sepertinya kau bukan kucing yang penurut. Aku akan membuatmu nurut."
England mengeluarkan belatinya. Dia menarik tangan kanannya yang sedari tadi menutup wajahnya yang terluka terkena cakaranku.
"Ayo duel."
Aku menyeringai. "Baiklah."
Aku menajamkan cakarku. Sementara England memasang ancang-ancang dengan belatinya. Tanpa babibu, aku berlari kencang ke arahnya. England yang tampaknya sudau berpengalaman, langsung menghindar ke kiri. Dia mengayunkan belatinya ke atasku. Dengan cepat, aku menangkisnya.
Crat! Satu cakaran panjang mengenai dada bidangnya.
"Ukh ...," England meringis.
Aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Langsung saja kuarahkan cakarku ke wajahnya lagi.
Aku ingin wajah jeleknya hilang, batinku.
Crat!
"AAAAAAAAAAHHH!!!!"
TANGANKU! TANGANKU!
Pria bre*gsek itu ... dia menebas tanganku!
Aku menangis. Memegang tangan kiriku yang terkena tebasan belati tajamnya. Darah merembes keluar dari pergelangan tanganku yang terpotong.
"Jangan anggap aku bakal kalah, Kitty ...," ucap England.
Aku melotot. Aku benar-benar ingin membunuhnya!
Bats!
"AAAAAAAAAHHHH!!!" Aku melompat ke arahnya lagi.
England tersenyum. Dia menarik belatinya ke belakang, seolah siap menikamku.
Aku melayang ke arahnya. Air mataku mengalir lagi. Wajahku yang cantik, tidak terlihat cantik lagi. Acak-acakan. Mode amukan kucingku mengubah diriku ini.
Kalau pun aku gagal membunuhnya, setidaknya aku terbunuh. Toh, aku akan bertemu Japan-san yang kusayangi ....
Belati penuh darah itu terayun ke depan. Tepat di dadaku.
Set.
Grep!
"?!"
A-apa?
Bukannya menusukku, England malah memelukku. Dia melempar belatinya ke belakangku.
Apa dia gila?!
"Maaf, ya ... aku benar-benar cemburu. Aku termakan emosiku. Aku ingin memilikimu. Aku tak ingin kau dekat dengan Japan meski kita baru kenal .... Aku hanya ... ingin dicintai olehmu ...," ujar England.
Pria itu memelukku erat. Dia bahkan mengelus punggungku. Kenapa? Kenapa tiba-tiba? Apa harus semudah ini? Apa dia tahu kalau aku tidak akan memaafkannya? DIA MEMBUNUH SAHABATKU!!!
Tanpa kusadari, air mataku kembali mengalir. Bodoh! Kenapa aku menangis? Ini kesempatan untuk menusuk jantungnya! Ayo gerakkin tanganmu!
"Hiks ... hiks ... huhuhuhu ...," tangisanku mulai terdengar keras.
AYO GERAKKIN! GERAKKIN TANGANMU! BUNUH DIA!!! pikiranku memekik hebat.
"Tak apa jika kau membunuhku. Toh, ini salahku ... maafkan aku ... maaf maaf maaf maaf," pria itu terus meminta maaf.
Jangan meminta maaf! Kau tahu kan aku takkan memafkanmu?! Hentikan, bodoh! Jangan membuatku dibayangi rasa bersalah! Padahal ini salahmu!
Tapi England tak berhenti meminta maaf. Dia malahan mengencangkan pelukannya. Dia mengusap kepala dan punggungku dengan lembut.
"Huuuu ... curang ... kau curang ... huaaaaaa!!!" akhirnya aku menangis keras.
Sekarang, aku tak tahu apa yang harus kulakukan lagi. Badanku tidak mau bergerak. Padahal pikiranku memekik hebat.
Ini salahku ....
Memiliki hati yang lemah ....
"Kumohon, katakan apa saja yang harus kulakukan agar aku bisa menebus dosaku, [Name]. Aku ingin dicintai olehmu .... Aku ingin kita hidup bahagia meski banyak tragedi yang menimpa karena aku ... maafkan aku, [Name]."
Aku masih menangis. Tak kusadari aku balas memeluknya.
Kupikir .....
Aku telah jatuh ke tangannya ....
Tanpa [Name] ketahui, England menyeringai.
End
Tambahan cerita :
Dua hari sebelum pembunuhan Japan.
England duduk di salah satu kursi di cafe mewah, tapi masih bernuansa tradisional. Dia meminum teh ginseng dengan elegan.
"England!" seseorang memanggilnya.
England menoleh. Dia balas melambaikan tangannya.
"Siang, South Korea. Maaf telah mengganggu waktumu," sedih England.
Yap. England berada di Seoul, South Korea. England sebelumnya sempat menghubungi South Korea untuk ketemuan di salah satu cafe di Seoul. Dia bilang dia ingin berbicara dengan South Korea.
South Korea duduk di depan England, "Ada apa sampai jauh-jauh datang ke sini? Kita kan bisa bicara di telepon atau pas rapat dunia?" tanya South Korea.
England terkekeh pelan. Dia kemudian meletakkan cangkirnya yang isinya tinggal setengah.
"Lebih baik membicarakan secara langsung dan jauh dari para personifikasi si*lan," jawabnya.
"Heeee~"
England kemudian memasang wajah serius. Dia menatap South Korea dengan tajam.
Glek, South Korea merinding.
"Langsung ke intinya saja. Aku ingin bertanya tentang hubungan Japan dengan [Name]."
"Hooo? [Name]? Gadis kucing yang menggemaskan itu? Yaaah ... dia itu dulunya teman masa kecil Japan. Mereka tuh bareeeeeng terus. China saja sampai lelah sama mereka berdua. Bahkan di usia remaja masih mandi bareng, tidur bareng, jalan-jalan bareng, dan serba bareng, deh," South Korea nyerocos.
England mendengar cerita South Korea sambil tersenyum(?).
"Apa kesukaan [Name]? Dan kelemahannya?" Tanya England.
"Hmmm ... [Name] tuh suka mochi, [sebutkan makanan dan minuman kesukaanmu], [mainan kesukaan], [hobi]. Soal kelemahan, [Name] itu orangnya agak gak enakan. Kadang pendiriannya selalu goyah. Japan saja sampai kesal sama [Name] yang tidak bisa tegas sama pendiriannya. Sejujurnya aku jadi kasihan sama [Name], sih ... dimarahin terus!"
England terkejut, "Oh, ya? Maksudmu dia agak naif?"
"Naif, ya? Bisa dibilang begitu."
Bagaikan menemukan jalan keluar labirin, England kemudian tersenyum kecil.
"South ...," panggil England.
"Ya?" South Korea menatap England. Dia kemudian terkejut.
"Terima kasih sudah memberitahuiku."
England tersenyum lebar. Tapi matanya seperti tidak bernyawa. Entah kenapa begitu mengerikan bagi South Korea.
"Ah ... i-iya ... sama-sama ...?"
"Baiklah. Aku ada pertemuan dengan klien lain. Kurasa kita harus akhiri pertemuan ini. Aku pergi dulu," England beranjak. Dia memakai kembali topi gentleman-nya.
England kemudian berjalan keluar dari cafe.
"Um ... am ... dia jadi aneh ...," gumam South Korea.
Di sisi England, dia berjalan dengan elegan. Bibirnya tak henti membentuk lengkukangan ke atas. Membuat siapa pun berpikir dia pria yang bahagia.
Sepertinya bisa kulakukan ini. Meski bakal berantakan, sih .... Tapi demi mendapatkan [Name].
-Tambahan cerita selesai-
"Menyelesaikan masalah, atau bahkan ingin mendapatkan sesuatu yang diinginkan, manusia pasti melakukan banyak cara yang berbeda. Salah satunya memanipulasi keadaan dan seserang.
Berhati-hatilah ...."